PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Akal dan pikiran merupakan perlengkapan yang paling
sempurna yang dianugerah Tuhan kepada manusia. Dengan akal dan pikiran, manusia
dapat mengubah dan mengembangkan taraf kehidupannya dari tradisional menjadi
modern. Sifat yang tidak puas secara alamiah ada dalam diri manusia mendorong
manusia untuk selalu ingin merubah keadaan. Ketidakpuasan tersebut
menimbulkan perubahan-perubahan
sehingga tercipta peradapan dunia yang maju. Sehingga adanya metode berpikir
logika, deduktif, dan induktif.
Dari berbagai metode berpikir secara logika, deduktif,
dan induktif merupakan suatu metode dalam berpikir untuk menunjukkan kebenaran
ilmu pengetahuan yang benar dan sahih.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Logika
Istilah logika diambil dari
bahasa Yunani logikos, yang berarti ‘mengenai sesuatu
yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal (pikiran), mengenai kata,
mengenai percakapan, atau berkenaan dengan bahasa (Jan Hendrik Rapar, 2005:
52). Dalam
bahasa Latin logika disebut dengan logos, berarti perkataan atau sabda
(Mundiri, 2003: 8). Orang Arab biasanya menyebut logika ini dengan kata mantiq, yang diambil dari kata ‘nataqa’. Kata ‘mantiq’ lazim digunakan dengan berkata
atau berucap. Istilah ‘mantiq’ juga diartikan sebagai hukum yang
memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berpikir.[1]
Poedjawijatna (1996: 15) menjelaskan bahwa logika
merupakan kajian filsafat yang mengkaji manusia yang biasanya dikenal dengan
filsafat budi, dimana budi disini adalah akal sebagai alat penyelidikan dalam
mengambil suatu tindakan atau keputusan.
Dengan memeperhatikan definisi-definisi logika yang
dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas, maka pada umumnya memiliki
persamaan, bahwa yang disebut dengan logika adalah cabang filsafat yang
membahas tentang asas-asas, aturan-aturan, dan prosedur dalam mencapai
pengetahuan yang benar, yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid,
dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir
sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar
daripada satu.[2]
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis
berpangkal pada penalaran, dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai
sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu logika
merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara
terminologis logika didefinisikan : Teori tentang penyimpulan yang sah.
Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu,
yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai
dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang
sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Contoh :
kupu-kupu mengalami fase metamorfosa. Karena sebelum menjadi
kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui yaitu yang pertama fase telur
kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi kepompong dan selanjutnya
menjadi kupu-kupu.
Penyimpulan di atas dikatakan penyimpulan yang sah karena sesuai
dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat (masuk akal).
2.2 Pengertian Dari Penalaran
Deduksi Dan Induksi
Penalaran Deduksi
Penalaran deduksi didasarkan pada
penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal yang umum. Dalam karangan penerapan
penalaran deduktif ini tampak pada pernyataan umum yang dituangkan dalam
kalimat utama yang kemudian menuju pada beberapa kalimat penjelas.
1. Silogisme Kategorial
Silogisme Katagorial adalah silogisme
yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme
disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor
(premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya
menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term
penengah (middle term).
Contoh :
My : Semua mahluk hidup membutuhkan
udara.
Mn : Hewan adalah mahluk hidup .
K : Hewan membutuhkan udara.
2. Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis
mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis
minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak
alternatif yang lain.
Contoh :
My : Ular berada di dalam kandang atau
di luar kandang.
Mn : Ular berada di luar kandang.
K : Jadi, ular tidak berada di dalam
kandang.
3. Silogisme Hipotesa
Silogisme hipotesis yaitu silogisme
yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden,
simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya
juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : jika tidak ada uang, manusia
sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mn : Uang tidak ada.
Mn : Uang tidak ada.
K : Jadi, manusia akan kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Entimen
Entimen adalah silogisme yang di
pendekkan.
Contoh :
Semua perempuan akan melahirkan. Helliana adalah perempuan. Helliana pasti akan melahirkan.
Semua perempuan akan melahirkan. Helliana adalah perempuan. Helliana pasti akan melahirkan.
5. Rantai Deduksi
Seringkali penalaran yang deduktif
dapat berlangsung lebih informal dari entimem. Orang-orang tidak berhenti pada
sebuah silogisme saja, tetapi dapat pula merangkaikan beberapa bentuk silogisme
yang tertuang dalam bentuk-bentuk yang informal.
Yang penting dalam mata rantai deduksi
ini, penulis harus mengetahui norma dasar, sehingga bila argumennya mendapat
tantangan atau bila ia sendiri ragu-ragu terhadap argumen orang lain, ia dapat
menguji argumen ini untuk menemukan kesalahannya dan kemudian dapat
memperbaikinya, baik kesalahan itu terjadi karena induksi yang salah, entah
karena premis atau konklusi-konklusi deduksi yang salah.
Contoh:
Semua mahluk hidup berkembang biak.
Manusia adalah mahluk hidup.
Jadi, manusia berkembang biak.
Hewan juga berkembang biak.
Penalaran Induksi
Induksi atau penalaran induktif adalah
penalaran dari kasus-kasus partikular menuju pada kesimpulan umum.
1. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran
yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum
Contoh :
·
Steven Gerrard adalah bintang sepakbola,
dan ia berparas tampan.
·
Daniel Agger adalah bintang sepakbola, dan ia berparas tampan.
Generalisasi : Semua bintang
sepakbola berparas tampan.
Pernyataan “semua bintang sepakbola
berparas tampan” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah
diselidiki kebenarannya.
Contoh kesalahannya:
Ronaldinho juga bintang sepakbola,
tetapi ia tidak berparas tampan.
2. Hipotesa dan Teori
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap
masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan
diteliti.Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak
bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, penelitidapat
saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatugejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.
Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.
Pernyataan hubungan antara variabel,
sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan
sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah
dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian.
Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis
yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti
atau dipelajari dalam penelitian.
Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk
meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
Agar teori yang digunakan sebagai
dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya,
teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati
dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu
menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret
yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentukproposisi yang dapat diamati atau dapat diukur.
Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan
hubungan antar-variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai
hipotesis
3. Analogi
Analogi adalah cara bernalar dengan
membandingkan dua hal yang memiliki sifat sama. Cara ini didsarkan asumsi bahwa
jika sudah ada persamaan dalam berbagai segi, maka akan ada persamaan pula
dalam bidang lain.
Analogi dalam ilmu bahasa adalah
persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.
Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan
kata baru dari kata yang telah ada.
Contoh :
Contoh :
· Pada kata dewa-dewi, putra-putri,
pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
· Yoga seorang alumni SMA 3 Depok
dapat diterima kerja di perusahaan Chevron. Oleh sebab itu, Merry yang juga
lulusan SMA 3 Depok pasti bisa juga diterima kerja di perusahaan Chevron.
4. Hubungan Kausalitas
Hubungan kausal adalah cara penalaran
yang diperoleh dari peristiwa-peristiwa yang memiliki pola hubungan
sebab-akibat.. Salah satu variabel (independen) mempengaruhi variabel yang lain
(dependen).
Contoh :
Contoh :
· Hubungan kepandaian dengan kekayaan
(Diasumsikan kepandaian membuat orang bisa kaya, dan sebaliknya karena kaya
orang mempunyai biaya untuk belajar sehingga pandai).
· Kemarin Budi tidak masuk kuliah.
Hari ini pun tidak. Pagi tadi ibunya pergi ke apotek membeli obat. Karena itu,
pasti Budi sedang sakit.
5. Induksi Dalam Metode Eksposisi
Eksposisi adalah salah satu jenis
pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan
untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang
singkat, akurat, dan padat.
Karangan ini berisi uraian atau
penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan
tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan
grafik, gambar atau statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi
ditemukan hanya berisi uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi
demikian lazim disebut paparan proses.
Langkah menyusun eksposisi:
• Menentukan topik/tema
• Menetapkan tujuan
• Mengumpulkan data dari berbagai
sumber
• Menyusun kerangka karangan sesuai
dengan topik yang dipilih
• Mengembangkan kerangka menjadi karangan
eksposisi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian
Logika :
Logika adalah cabang filsafat yang membahas tentang
asas-asas, aturan-aturan, dan prosedur dalam mencapai pengetahuan yang benar,
yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. secara terminologis logika
didefinisikan : Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya
bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu
kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut
sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut
kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Pengertian Deduksi :
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan
yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus
Pengertian Induksi :
Induksi adalah ilmu eksakta mengumpulkan data – data
dalam jumlah tertentu, dan atas dasar itu menyusun suatu ucapan umum. Metode
berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Hubungan logika dan Deduktif sering disebut juga
Logika Deduktif atau penalaran deduktif. Penalaran Deduktif adalah penalaran
yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif
dan valid hanya jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan
konsekunsi logis dari premis – premisnya.
Hubungan Logika dan Induktif ini sering disebut juga
Logika Induktif atau penalaran induktif. Penalaran induktif adalah penalaran
yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan
umum. Dimulai dengan mengemukakan pernyataan – pernyataan yang mempunyai ruang
lingkup yang khas dan terbatas sebagai argumentasi dan kemudian diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum
Perbedaan antara berpikir induktif dan berpikir
deduktif; berpikir induktif adalah menarik pernyataan yang didasarkan pada
hasil-hasil pengamatan, sedangkan berpikir deduktif adalah penarikan pernyataan
yang didasarkan pada hukum dan teori.
DAFTAR
PUSTAKA
Muslih, Mohammad. 2008. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar
Soetriono. 2007. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Andi
Nama : Kartika Meylani
Kelas : 3EB21
NPM : 24212031
Tidak ada komentar:
Posting Komentar