Minggu, 26 Oktober 2014

tugas softskill2



PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Akal dan pikiran merupakan perlengkapan yang paling sempurna yang dianugerah Tuhan kepada manusia. Dengan akal dan pikiran, manusia dapat mengubah dan mengembangkan taraf kehidupannya dari tradisional menjadi modern. Sifat yang tidak puas secara alamiah ada dalam diri manusia mendorong manusia untuk selalu ingin merubah keadaan. Ketidakpuasan tersebut menimbulkan  perubahan-perubahan sehingga tercipta peradapan dunia yang maju. Sehingga adanya metode berpikir logika, deduktif, dan induktif.
Dari berbagai metode berpikir secara logika, deduktif, dan induktif merupakan suatu metode dalam berpikir untuk menunjukkan kebenaran ilmu pengetahuan yang benar dan sahih.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Logika
Istilah logika diambil dari bahasa Yunani logikos, yang berarti ‘mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal (pikiran), mengenai kata, mengenai percakapan, atau berkenaan dengan bahasa (Jan Hendrik Rapar, 2005: 52). Dalam bahasa Latin logika disebut dengan logos, berarti perkataan atau sabda (Mundiri, 2003: 8). Orang Arab biasanya menyebut logika ini dengan kata mantiq, yang diambil dari kata ‘nataqa’. Kata ‘mantiq’ lazim digunakan dengan berkata atau berucap. Istilah ‘mantiq’ juga diartikan sebagai hukum yang memelihara hati nurani dari kesalahan dalam berpikir.[1]
Poedjawijatna (1996: 15) menjelaskan bahwa logika merupakan kajian filsafat yang mengkaji manusia yang biasanya dikenal dengan filsafat budi, dimana budi disini adalah akal sebagai alat penyelidikan dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan.
Dengan memeperhatikan definisi-definisi logika yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas, maka pada umumnya memiliki persamaan, bahwa yang disebut dengan logika adalah cabang filsafat yang membahas tentang asas-asas, aturan-aturan, dan prosedur dalam mencapai pengetahuan yang benar, yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu.[2]
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan : Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Contoh :
kupu-kupu mengalami fase metamorfosa. Karena sebelum menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui yaitu yang pertama fase telur kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi kepompong dan selanjutnya menjadi kupu-kupu.
Penyimpulan di atas dikatakan penyimpulan yang sah karena sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat (masuk akal).

2.2 Pengertian Dari Penalaran Deduksi Dan Induksi
Penalaran Deduksi
Penalaran deduksi didasarkan pada penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal yang umum. Dalam karangan penerapan penalaran deduktif ini tampak pada pernyataan umum yang dituangkan dalam kalimat utama yang kemudian menuju pada beberapa kalimat penjelas.
1. Silogisme Kategorial
Silogisme Katagorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Contoh :
My : Semua mahluk hidup membutuhkan udara.
Mn : Hewan adalah mahluk hidup .
K : Hewan membutuhkan udara.
2. Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh :
My : Ular berada di dalam kandang atau di luar kandang.
Mn : Ular berada di luar kandang.
K : Jadi, ular tidak berada di dalam kandang.
3. Silogisme Hipotesa
Silogisme hipotesis yaitu silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : jika tidak ada uang, manusia sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mn : Uang tidak ada.
K : Jadi, manusia akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 
4. Entimen
Entimen adalah silogisme yang di pendekkan.
Contoh :
Semua perempuan akan melahirkan. Helliana adalah perempuan. Helliana pasti akan melahirkan.
5. Rantai Deduksi
Seringkali penalaran yang deduktif dapat berlangsung lebih informal dari entimem. Orang-orang tidak berhenti pada sebuah silogisme saja, tetapi dapat pula merangkaikan beberapa bentuk silogisme yang tertuang dalam bentuk-bentuk yang informal.
Yang penting dalam mata rantai deduksi ini, penulis harus mengetahui norma dasar, sehingga bila argumennya mendapat tantangan atau bila ia sendiri ragu-ragu terhadap argumen orang lain, ia dapat menguji argumen ini untuk menemukan kesalahannya dan kemudian dapat memperbaikinya, baik kesalahan itu terjadi karena induksi yang salah, entah karena premis atau konklusi-konklusi deduksi yang salah.
Contoh:
Semua mahluk hidup berkembang biak.
Manusia adalah mahluk hidup.
Jadi, manusia berkembang biak.
Hewan juga berkembang biak.
Penalaran Induksi
Induksi atau penalaran induktif adalah penalaran dari kasus-kasus partikular menuju pada kesimpulan umum.
 1. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum
Contoh :
·         Steven Gerrard adalah bintang sepakbola, dan ia berparas tampan.
·         Daniel Agger adalah bintang sepakbola, dan ia berparas tampan.
Generalisasi :  Semua bintang sepakbola berparas tampan.
Pernyataan “semua bintang sepakbola berparas tampan” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh kesalahannya:
Ronaldinho juga bintang sepakbola, tetapi ia tidak berparas tampan.
2. Hipotesa dan Teori
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti.Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, penelitidapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatugejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.
Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentukproposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis
3. Analogi
Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang memiliki sifat sama. Cara ini didsarkan asumsi bahwa jika sudah ada persamaan dalam berbagai segi, maka akan ada persamaan pula dalam bidang lain.
Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada.
Contoh :
· Pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
· Yoga seorang alumni SMA 3 Depok dapat diterima kerja di perusahaan Chevron. Oleh sebab itu, Merry yang juga lulusan SMA 3 Depok pasti bisa juga diterima kerja di perusahaan Chevron.


4. Hubungan Kausalitas
Hubungan kausal adalah cara penalaran yang diperoleh dari peristiwa-peristiwa yang memiliki pola hubungan sebab-akibat.. Salah satu variabel (independen) mempengaruhi variabel yang lain (dependen).
Contoh :
· Hubungan kepandaian dengan kekayaan (Diasumsikan kepandaian membuat orang bisa kaya, dan sebaliknya karena kaya orang mempunyai biaya untuk belajar sehingga pandai).
· Kemarin Budi tidak masuk kuliah. Hari ini pun tidak. Pagi tadi ibunya pergi ke apotek membeli obat. Karena itu, pasti Budi sedang sakit.
5. Induksi Dalam Metode Eksposisi 
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya berisi uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.
Langkah menyusun eksposisi:
• Menentukan topik/tema
• Menetapkan tujuan
• Mengumpulkan data dari berbagai sumber
• Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
• Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Pengertian Logika :
Logika adalah cabang filsafat yang membahas tentang asas-asas, aturan-aturan, dan prosedur dalam mencapai pengetahuan yang benar, yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. secara terminologis logika didefinisikan : Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Pengertian Deduksi :
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus
Pengertian Induksi  :
Induksi adalah ilmu eksakta mengumpulkan data – data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar itu menyusun suatu ucapan umum. Metode berpikir induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Hubungan logika dan Deduktif sering disebut juga Logika Deduktif atau penalaran deduktif. Penalaran Deduktif adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif dan valid hanya jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekunsi logis dari premis – premisnya.
Hubungan Logika dan Induktif ini sering disebut juga Logika Induktif atau penalaran induktif. Penalaran induktif adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Dimulai dengan mengemukakan pernyataan – pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas sebagai argumentasi dan kemudian diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum
Perbedaan antara berpikir induktif dan berpikir deduktif; berpikir induktif adalah menarik pernyataan yang didasarkan pada hasil-hasil pengamatan, sedangkan berpikir deduktif adalah penarikan pernyataan yang didasarkan pada hukum dan teori.

DAFTAR PUSTAKA

Muslih, Mohammad. 2008. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar
Soetriono. 2007. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Andi



Nama   : Kartika Meylani
Kelas   : 3EB21
NPM   : 24212031

Kamis, 02 Oktober 2014

tugas softskill 1 bahasa indonesia

PARAGRAF INDUKTIF

Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan kalimat yang berisi penjelasan- penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat utama.

Contoh Paragraf Induktif :
Banyak pedagang kaki lima yang entah bagaimana awalnya, seperti mengelompokkan diri hanya dengan menjual jenis barang tertentu di sebuah trotoar tertentu. Selanjutnya, tampillah trotoar tersebut sebagai etalase khusus. Bahkan, banyak barang khas trotoar terkenal di Jakarta yang tidak bisa dijumpai di toko-toko resmi. Dari suasana tersebut ternyata banyak trotoar yang akhirnya menjadi terkenal karena penampilanya yang khas.

Paragraf Induktif sendiri dibagi menjadi 3 yaitu :

1. GENERALISASI
generalisasi adalah suatu pola pengembangan paragraf yang bertolak dari sejumlah fakta khusus yang memiliki kemiripan menuju sebuah kesimpulan. Kesimpulan generalisasi didahului dengan penalaran generalisasi. Penalaran generalisasi pun dapat digunakan untuk mengembangkan paragraf. caranya penulis lebih dulu menyajikan sejumlah peristiwa khusus dalam bentuk kalimat.Kemudian pada bagian akhir paragraf itu diakhiri dengan kalimat yang berisi generalisasi dari peristiwa khusus yang telah disebutkan pada bagian awal. Kalimat terakhir biasanya berisi gagasan utama paragraf.
Contoh:
          Untuk membuat sebuah software atau aplikasi yang berguna atau bermanfaat, diperlukan penelitian serta pengamatan mengenai aplikasi atau software yang akan dibuat. Selain itu agar tidak terjadi kesalahan dalam pembuatannya, ketelitian dan penggunaan logika merupakan factor utama. Jangan terlalu terburu-buru dalam membuat suatu aplikasi sehingga ketika program di jalankan kesalahan besar dapat dihindari dan aplikasi dapat digunakan. Jadi, untuk membuat suatu software atau aplikasi kita harus sabar dan teliti dalam membuatnya.
Merah          : hal-hal Khusus
Hijau  : Simpulan secara umum

2. ANALOGI
Analogi merupakan pola penyusunan paragraf berupa perbandingan dari dua hal yang mempunyai sifat sama. Pengembangan paragraf secara analogy ini didasarkan adanya anggapan bahwa jika sudah ada persamaan dalam berbagai segi maka akan ada persamaan pula dalam hal yang lain.
Contoh:
          Perumus kebijakan sama halnya dengan burung Beo. Seekor hewan yang unik dan elit, yang apabila disuruh mengucapkan kalimat apa saja bias, tapi tidak mampu melakukan apa yang diucapkan, begitu dengan para perumus kebijakan yang nyeleweng, hanya dapat mengucap tanpa mampu berbuat.
Merah          : perbandingan antara dua hal yang berbeda, yang mendandung persamaan
Hijau  : penarikan kesimpulan

3. KAUSALITAS
Hubungan Kausal Hubungan kausal adalah pola penyusunan paragraf dengan menggunakan beberapa fakta yang mempunyai pola hubungan sebab-akibat.

Sebab-akibat, penalaran ini berawal dari peristiwa yang merupakan sebab, kemudian sampai pada kesimpulan sebagai akibatnya. Polanya A mengakibatkan B.
Contoh:
          Masyarakat lebih suka menggunakan kendaraan pribadi daripada kendaraan umum, sehingga jalanan pun semakin macet seiring bertambahnnya jumlah kendaraan.
Merah          : Sebab
Hijau           : Akibat

Akibat-sebab, dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat, peristiwa itu kita analisis untuk mencari penyebabnya.
Contoh         :
          Siti mendapatkan nilai yang tidak memuaskan pada ulangan fisikanya. Bagaimana tidak saat pelajaran fisika Siti sering tidur dan dirumah dia tidak pernah belajar fisika. Ditambah lagi dengan masalah pribadinya yang membuat dirinya depresi.
Merah          : Akibat
Hijau           : Sebab








PARAGRAF DEDUKTIF

Paragraf adalah bagian suatu karangan yang mengandung satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas. Pengertian paragraf deduktif Paragraf deduktif adalah paragraf yang kalimat utamanya berada di awal paragraf, kemudian diikuti kalimat kalimat penjelas.

Contoh paragraf deduktif :
Pemuda warga desa Tenteram memutuskan melaksanakan jam belajar masyarakat dengan tertib. Sebelumnya, banyak anak sekolah yang dibiarkan di luar rumah, dan hanya duduk duduk di pinggir jalan pada saat jam jam belajar. Para pemuda mulai mendatangi orang tua dan memberi pengertian pentingnya belajar bagi anak anak mereka. Apabila warga menemukan anak-anak mereka sedang kumpul - kumpul di pinggir jalan pada saat jam belajar, mereka akan diperingatkan dan diajak untuk belajar bersama. Jam belajar masyarakat dimulai pukul18.00 sampai pukul 20.00. Kalimat utama dalam paragraf di atas adalah kalimat yang pertama  yaitu Pemuda warga desa tenteram memutuskan melaksanakan jam belajar masyarakat dengan tertib.


Pola pengembangan paragraph deduktif dibagi menjadi beberapa bagian antara lain :

1.       Silogisme

Pada silogisme terdapat dua premis (pernyataan) dan satu simpulan. Kedua premis itu adalah premis umum (mayor) dan khusus (minor).
Rumus Silogisme :
PU      : Semua A = B
PK      : C = A
S       : C = B
Contoh :
PU      : Semua siswa SMAN 1 Taman wajib mengikuti UAS.
                                      A                          B
PK      : Yunita adalah siswa SMAN 1 Taman.
               C                               A
S       : Yunita    wajiba mengikuti UAS.
               C                      B

2. Silogisme Negatif

Silogisme negatif adalah sebuah silohisme yang salah satu preminya bersifat negatif. Jika salah satu premisnya negatif, simpulannya juga negative. Dalam silogisme negatif biasanya digunakan kata ‘tidak’ atau ‘bukan’.
Contoh :
PU      : Warga kota Paris tidak boleh melanggar hukum.
                   A                                    B

PK      : Francois adalah seorang warga kota Paris.
                   C                                    A
S       : Francois tidak boleh melanggar hukum.
                   C                 B

3. Entimem

Entimem adalah silogisme yang diperpendek. Dari sebuah silogisme dapat dibuat entimemnya. Demikian pula sebaliknya, dari sebuah entimem dapat disusun silogisme.
Rumus :
C = B                     karena                   C = A
Contoh :
PU      : Semua tindakan kriminal adalah melanggar hukum.
                             A                                    B
PK      : Membunuh adalah tindakan criminal.
                   C                           A
K        : Membunuh adalah melangar hukum.
                   C                           B
Entimem :
Membunuh adalah melanggar hukum karena itu merupakan tindakan Kriminal.









 
     C                         B                                             A


Nama : Kartika Meilani
Kelas :2EB21
NPM : 24212031